I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan
kerapu tikus (Cromileptes altivelis)
merupakan komoditas perdagangan internasional yang harganya mahal dan
permintaannya tinggi. Namun sebagian besar produksi ikan kerapu di indonesia
adalah hasil dari tangkapan alam yang menggunakan bahan peledak atau racun (potasium sianida) sehingga akan merusak
kelangsungan hidupnya dan menyebabkan kepunahan. Berkat potensinya yang cukup
besar telah menjadikan ikan kerapu
sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.
Kerapu
tikus adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat di daerah
tropis. Ciri khas terletak di bentuk mulutnya yang moncong dan rasa daging ikan
kerapu tikus sangat lezat sehingga banyak orang menyukai daging ikan kerapu
ini.
Kini
usaha budidaya ikan kerapu di indonesia semakin meningkat tetapi untuk memenuhi
kebutuhan benih masih terbatas sehingga usaha pembenihan ikan kerapu perlu
lebih dikembangkan. Penguasaan tenik pembenihan ikan kerapu dapat dikuasai,
akan tetapi yang sering menjadi kendala dalam usaha pembenihan ikan kerapu
adalah masalah modal dan biaya operasional kerja yang cukup besar. Sehingga
perlu di upayakan jalan keluar oleh pemerintah khususnya bidang perikanan agar
pembenihan ikan kerapu tikus dapat di budidayakan oleh berbagai lapisan
masyarakat Indonesia dan dapat menambah pendapatan devisa negara (Subyakto dan
Cahyaningsih 2003).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktek kerja
lapang IV ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
teknik pembenihan kerapu tikus (Cromileptes
altivelis) yang diterapkan di Balai Besar Pengembang Budidaya Air Payau
(BBPBAP), Desa Bulu, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah meliputi
:
·
Teknik pemijahan.
·
Perbandingan jumlah induk jantan dan betina yang akan dipijahkan.
·
Jumlah telur yang dihasilkan.
·
Jumlah telur yang menetas (HR).
·
Jenis penyakit yang ditemukan.
·
Tingkat kehidupan (SR).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Kerapu Tikus
2.1.1.
Klasifikasi Ikan Kerapu Tikus
Klasifikasi Ikan Kerapu Tikus Menurut (Subyakto
dan Cahyaningsih 2003) adalah :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : percoidae
Family : Serranidae
Subfamily : Ephinephelinae
Genus : Cromileptes
Spesies : Cromiileptes
altivelis
2.1.2. Morfologi Ikan
Kerapu Tikus
Kerapu tikus (Cromileptes altivelis) memiliki sirip dorsal (punggung), sirip anal
(anus), sirip pektoral (dada), sirip lateral (gurat sisi) dan sirip caudal
(ekor). Selain sirip dibagian tubuhnya terdapat sisik yang berbentuk sikloid. Ketebalan tubuh sekitar 6,6
- 7,6 cm dari panjang spesifik dan panjang tubuh maksimal mencapai 70 cm. Ikan
ini memiliki gigi canine
(gigi yang terdapat pada rahang ikan). Lubang hidung besar berbentuk bulan
sabit vertikal. Kulit berwarna abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam
diseluruh tubuh (Akbar dan Sudaryanto 2001).
2.1.3.
Habitat
Menurut (Akbar dan Sudaryanto 2001) ikan kerapu tikus
daerah penyebarannya di mulai dari Afrika timur sampai Pasifik barat daya. Di
indonesia sendiri kerapu tikus banyak di temukan di perairan pulau Sumatra,
Jawa, Sulawesi dan Ambon. Dalam siklus hidupnya kerapu tikus dapat hidup di perairan
karang yang kedalaman airnya 0,5 m – 3,0 m. Kerapu tikus muda dan larva banyak
terdapat di perairan pantai dekat muara sungai dengan dasar perairan berupa
pasir berkarang yang banyak di tumbuhi padang lamun. Menginjak masa dewasa ikan
bermigrasi ke periran yang lebih dalam antara 7,0 m – 40 m. Perpindahan ikan
kerapu biasanya berlangsung pagi atau sore hari, telur dan larva bersifat
pelagis sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal.
2.2. Lokasi
Pembenihan
2.2.1.
Persyaratan Lokasi Pembenihan Ikan kerapu Tikus
Persyaratan lokasi pembenihan ikan
kerapu menurut (Subyakto dan Cahyaningsih 2003) yaitu :
1. Letak
unit pembenihan harus berada di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut.
2. Letak pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang
tidak berlumpur dan mudah dijangkau agar trasportasi lancar.
3. Memiliki bangunan hatcheri indoor
(dalam ruangan) dan semi out door (beratap
tanpa dinding), untuk tempat melakukan kegiatan pembenihan.
4. Salinitas air laut 28 – 35 ppt
dan kondisinya harus bersih dan tidak tercemar.
5. Sumber air laut dapat dipompa
minimum 20 jam/hari.
6. Tersedianya sumber air tawar
7. Tata letak bangunan pembenihan
perlu direncanakan dan dibuat sedemikian
rupa agar efisien, praktis dan memudahkan dalam bekerja.
2.2.2.
Sarana dan Prasarana Pembenihan
Beberapa
sarana pembenihan yang harus dipersiapkan menurut (Subyakto dan Cahyaningsih 2003)
antara lain:
1. Bak pembenihan
Bak pembenihan adalah bak yang dipergunakan
untuk proses pemijahan induk kerapu tikus. Bak ini terbuat dari semen atau fiberglas yang dibangun di darat.
Bentuknya sebaiknya bulat agar memudahkan pembuangan kotoran, ditengah bak
dibuat lubang pencucian berdiameter 3,8 – 5 cm. Dasar bak dibuat miring sekitar
50 ke arah lubang pencucian.
Selain
lubang pencucian, bak ini dilengkapi dengan bak pemanenan telur yang
ditempatkan di ujung pipa pengeluaran air. Pipa pegeluaran air ini terletak
sekitar 20 cm di bawah permukaan bak agar
pengumpulan telur menjadi mudah, sirkulasi air media lebih sempurna dan
pengeluaran kotoran lebih cepat.
2. Bak pemeliharaan larva
Bak pemeliharaan larva
dapat terbuat dari fiberglas atau bak
yang terbuat dari batu bata yang disemen
(cor). Dinding bak dan bagian dasar bak harus benar – benar halus agar pada
saat bak kotor mudah dibersihkan dan tahan lama.
Ukuran volume pada bak larva 8 -10 m3 dan
bentuknya lonjong atau persegi empat dengan perbandingan panjang dan lebar 3 :
2, dengan kedalaman bak 1 – 1,25 m. Kemudian untuk sudut bak larva harus
berbentuk oval agar mempermudahkan pergerakan larva.
3. Bak kultur pakan alami
Bak kultur pakan alami atau
biasa disebut bak plankton sebaiknya terbuat dari pasangan batu bata yang di
semen dengan volume 8 – 10 ton. Jumlah bak plankton harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kemudian penempatan bak kultur pakan alami harus dipisah dari bak
yang digunakan untuk pembeihan hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi
dan bak kultur harus ditempatkan di ruangan terbuka (out door) yang intensitas penyinaran cahaya matahari cukup besar.
4. Instalasi pengadaan air laut
Air laut adalah kebutuhan pokok dalam kegiatan
pembenihan. Secara fisik air laut yang digunakan harus jernih, tidak berbau,
tidak berwarna dan tidak membawa bahan endapan suspensi. Instalansi air laut terdiri
dari pompa air, pipa penyedot air, filter dan pipa distribusi air ke unit
produksi.
5. Bak penampungan air (Feservoir)
Bak penampungan air laut
adalah bak yang dipergunakan untuk menampung air laut yang diambil dari laut
melalui pipa penyedotan yang akan didistribusikan ke bak pembenihan. Dasar bak
penampungan diberi pasir yang berguna sebagai filter pasir. Kapasitas bak
penampungan air laut 20% - 30% dari total volume bak larva dan bak kultur
plankton. Bak penampungan memiliki beberapa keuntungan yaitu :
a. Air dapat di
distribusikan secara merata ke bak pembenihan.
b. Dapat melakukan
sterilisasi air, terutama dengan menggunakan bahan kimia sepeti kaporit.
c. Menghindari
terbakarnya elektro pompa akibat pemakaian air yang tidak seimbang antara
saluran pemasukan (inlet) dan
peneluaran (outlet).
6. Instalasi sistem aerasi
Aerasi merupakan sumber
utama untuk memenuhi kebutuhan oksigen terlarut. Supaya kebutuhan oksigen dapat
terpenuhi sesuai kebutuhan maka jaringan instalansi harus di rencanakan dan
dipasang dengan baik. Alat yang dipergunakan Dalam sistem aerasi yaitu Blower dengan kapasitas 200 watt dan
jumlahnya dapat disesuaikan dengan kapasitas bak yang akan dioperasionalkan.
7. Tenaga listrik
Ketersediaan tenaga listrik
mutlak diperlukan dalam suatu usaha pembenihan. Tenaga listrik sangat dibutuhkan
untuk penerangan, operasional pompa air, blower
dan peralatan lainnya. Oleh karena itu, aliran listrik harus tersedia selama 24
jam.
9. Peralatan lapanganan
Peralatan
lapangan adalah peralatan yang dipergunakan sehari – hari untuk kelancaran operasional, seperti selang
plastik, pipa sifon, ember, gayung plastik, seser, lampu TL untuk penerangan
pada bak saat malam hari, saringan panen rotifera dan artemia serta peralatan
grading dan panen.
2.3.
Teknik Pembenihan
2.3.1. Persiapan Bak
Bak yang akan digunakan untuk
pembenihan harus dibersihkan dengan menggunakan kaporit sebanyak 100 – 150 ppm.
Setelah itu dibilas dengan air tawar dan dikeringkan selama 1 – 2 hari, kemudian
diisi air (Subyakto dan Cahyaningsih 2003).
2.3.2. Pengisian Air
Air
laut yang digunakan untuk pembenihan di ambil dari bak penampungan air laut dan
dimasukan ke bak – bak pemeliharaan dengan menggunakan pipa atau selang yang
diberi spon atau kain (filter bag)
yang diikat pada ujung pipa atau selang hal ini dimasudkan untuk menyaring air
yang akan diisikan ke bak – bak pembenihan untuk menghindari masuknya organisme renik
laut. Salinitas air laut yang akan digunakan idealnya 28 – 35 ppt dan suhu
airnya minimal 320C. Volume
pengisian air ke bak berkisar 5 – 7 m3 atau minimal separuh dari
total volume bak (Subyakto dan Cahyaningsih 2003).
2.3.3.
Seleksi Induk
Induk
yang akan dipijahkan harus diseleksi terlebih dahulu. Induk kerapu tikus yang
akan dipijahkan biasa berasal dari alam atau hasil budidaya, induk yang
ditangkap dari alam harus dipilih yang sehat dan dipastikan penangkapanya dari
alam tidak menggunakan bahan kimia. Perbedaan induk jantan dan betina dapat
dilihat dari penampakan tubuhnya, dimana pada bagian perut induk betina lebih
besar sedangkan induk jantan lebih ramping. Berat total induk betina minimal 1
kg dan induk jantan 2,5 kg. Induk yang digunakan untuk pemijahan adalah induk
yang matang gonad, tidak cacat dan sehat (Akbar dan Sudaryanto 2001).
2.3.4. Proses Pemijahan
Menurut Akbar dan Sudaryanto (2001) proses pemijahan
ikan kerapu Tikus ada dua yaitu pemijahan buatan dan alami antara lain yaitu :
1.
Pemijahan buatan
Pemijahan secara buatan sangat ditentukan oleh kematangan
gonad. Langkah awal adalah pemilihan induk, induk yang siap dipijahkan yaitu
induk yang matang gonad. Induk terlebih dahulu dibius dengan menggunakan obat
bius ethyleneglyglycol monophenylether dengan
dosis 100 ppm atau menggunakan minyak cengkeh dengan dosis 50 ppm.
Pemeriksaan kematangan
gonad pada induk betina dilakukan dengan metode kanulasi yaitu dengan memasukan
metode kanula atau kateter berdiameter 1 mm ke dalam lubang genital sedalam 5
-10 cm lalu telur dihisap. Setelah itu selang kanula dicabut secara perlahan.
Dari hasil pengamatan telur yang siap dipijahkan harus berdiameter minimal
450µ.
Pada
induk jantan pemeriksaan kematangan gonad dilakukan dengan stripping. Metode ini dilakukan dengan mengurut bagian perut ikan
ke arah lubang genetikal agar keluarnya sperma secara berlebihan dapat
dihindarkan karena keluarnya sperma berlebihan dapat merusak organ dalam.
Sperma yang baik berwarna putih susu dan kental. Untuk pemijahan buatan ini
perbandingan induk jantan dan betina sebaiknya 1 : 1.
2.
Pemijahan alami
Pemijahan alami dilakukan dengan menjadikan tempat
pemijahan seolah – olah menjadi alami. Keuntungan pemijahan alami kualitas
telur lebih baik, efisien, dan aman. Pemulihan dan pematangan kembali dari
induk bisa teratur tidak membutuhkan hormon serta hanya telur dan sperma yang
matang saja yang dikeluarkan. Pada sistem manipulasi lingkungan dilakukan
kegiatan penjemuran air yang dilakukan siang dan sore hingga permukaan air
turun hingga 40 – 50 cm, pada sore hari volume air ditambah dengan dialiri air
sepanjang malam dan suhu pada air akan naik turun 2 - 50 C. Suhu
sangat mempengaruhi proses reproduksi karena suhu diterima oleh suhu
termosensor akan dilanjutkan ke otak (ke kelenjar hipothalamus dan condo spinalis)
sehingga menghasilkan hormon GNRH dan LHRH. Hormon GNRH dan LHRH Menghasilkan hormon HCG yang dapat merangsang sistem reproduksi.
Pengeringan dan pengaliran air dilakukan mulai awal gelap
bulan yang jatuh pada tanggal 20 menjelang waktu musim terang bulan. Ikan
kerapu tikus memijah pada malam hari
pukul 23.00 – 02.00 sekitar tanggal 27 – 28, dimana pememijah terjadi sacara
terus menerus selama 10 -14 hari, dengan perbandingan antara induk jantan dan
betina adalah 1 : 1.
2.3.5. Penetasan Telur
Telur
hasil pemijahan di tampung di akuarium (50 × 50 × 50 cm) dengan kepadatan
optimum 1.000 – 2.000 butir/liter selama 2 – 4 jam. Ciri – ciri telur yang baik
adalah berwarna transparan, mengapung atau melayang berbentuk bulat dan kuning
telur berada di tengah dengan ukuran 1,8 – 1,1 mm sedangkan untuk telur yang
jelek akan mengendap di dasar akuarium dan berwarna putih susu telur yang jelek
dibuang dengan cara disifon, setelah disifon telur dihitung dan ditebar ke
dalam bak pemeliharaan larva.
Telur
akan menetas dalam kurun waktu 19 jam dan pada awal penetasan diberikan aerasi
dengan tekanan yang kecil agar larva kerapu yang baru menetas tidak teraduk
oleh arus yang ditimbulkan aerasi. Pemeliharaan larva dilakukan di bak semen
dengan kapasitas 8 – 10 m3 yang dilengkapi sistem aerasi yang
berjarak 50 – 100 cm dan 5 cm di atas dasar bak. Padat penebaran telur dalam
bak 8 – 15 butir/liter, larva yang baru menetas berukuran 0,8 – 1,1 mm berwarna
putih transparan, bersifat planktonik dan bersifat mengikuti arus (Subyakto dan
Cahyaningsih 2003).
2.3.6. Pemeliharaan Larva
Menurut Widiastuti et all. (1999) larva dipelihara di bak yang berbentuk persegi empat
panjang atau bulat dengan kedalaman antara 1 – 1, 25 m. Pada umumnya bak yang
digunakan untuk pemeliharaan larva secara massal berukuran 10 – 20 ton.
Penggunaan bak besar untuk menggurangi fluktuasi suhu, khususnya pada larva
yang masih berumur 0 – 10 hari. Bak sebelum diisi larva terlebih dahulu dibersihkan, dikeringkan dan
direndam dengan kaporit 30 – 50 ppm dan dibiarkan selama 3 hari hingga
kaporitnya hilang dan aman untuk dipelihara larva. Salinitas media pemeliharaan
larva 30 - 33 ppt, sedangkan temperatur air antara 27 - 290C. Pada
awal pemeliharaan bak diisi dengan air media setengah dari volume bak.
pada
saat larva berumur D8 – D10 dilakukan penyiponan pada media pemeliharaan. Di
bak pemeliharaan diberikan aerasi dalam tekanan yang kecil agar larva ikan
tidak teraduk dan stres, selama pemeliharaan selain penyiponan juga dilakukan
pergantian air. Pergantian air dilakukan pada umur D10 – D20 dilakukan sebanyak
10 – 20%/hari, D21 – D30 sebanyak 30 – 40%/hari dan D31 – D35 sebanyak 50 –
80%/hari dan saat larva berumur lebih dari 35 hari pergantian air diganti lebih
dari 80%/hari (Widiastuti at all
1999). Ada beberapa fase kritis yang harus diperhatikan saat pemeliharaan larva
menurut (Widiastuti at all 1999)
yaitu :
A.
Fase kritis 1. Pada larva umur D3 – D7
dimana telur sebagai cadangan makanan dari dalam terserap habis sedangkan
bukaan mulut terlalu kecil untuk memakan pakan seperti rotifer. Organ
pencernaan pada fase ini belum berkembang dan sempurna, sehingga belum dapat
memanfaatkan pakan yang tersedia kematian larva juga bisa terjadi saat cadangan
makanan habis dan mulut belum bisa membuka dengan sempurna.
B.
Fase kritis 2. Kematian terjadi pada saat larva berumur D11- D12 yaitu ketika
spina sirip punggung dan sirip dada semakin memanjang dan pada fase ini
kemungkinan membutuhkan nutrisi yang lebih, sedangkan pakan yang diberikan
masih sama dengan fase sebelumnya.
C.
Fase kritis 3. Umur ikan D25 – D28 atau lebih pada saat terbentuknya bintik
hitam (spot) yang menyebar dipermukaan tubuh sehingga ikan menyerupai ikan
dewasa.
D.
Fase kritis 4. Benih ikan berumur lebih dari D35 sifat kanibal sudah mulai
tampak dimana benih yang ukuranya jauh lebih besar akan memangsa ikan yang
kecil.
2.3.7. Pemberian Pakan
Pemberian
pakan pada larva kerapu tikus yang berumur D1 diberikan makanan berupa
fitoplankton Chlorella sp dengan
kepadatan 1 – 5
105 sel/ml. Pemberian pakan
fitoplankton bertujuan untuk keseimbangan kualitas air. Pada larva yang berumur
3 hari sampai 15 hari diberikan pakan rotifera dengan kepadatan 5 -20 ekor/ml
dan setelah benih berumur lebih dari 15 hari pemberian pakan seperti rotifera
berkurang 3 – 5 ekor/ml sampai ikan berumur D25 – D30. Kepadatan pakan rotifera
pada awal pemeliharaan disesuaikan dengan umur larva dan harus dicek setiap
hari sebelum penambahan pakan baru. Kelebihan pakan akan berpengaruh pada
oksigen terlarut, utamanya pad malam hari.
Pada
waktu larva berumur D12 – D15 sampai D20 pakan hidup yang diberikan berupa naupli
artemia dengan kepadatan 0,5 – 3 ekor/ml dan dapat ditambah dengan kopepoda
untuk menamah variasi dan kandungan nutrisi pakan sejak larva berumur 8 – 25
hari. Pakan hidup baik rotifera maupun artemia sebelum diberikan harus
diperkaya terlebih dahulu dengan asam lemak esensial tak jenuh (w3 - HUFA)
seperti minyak cumi – cumi, minyak ikan hati atau produk komersial yang lainya.
Pada benih yang berumur D25 – D35 pakan yang diberikan disamping naupli artemia
juga diberikan artemia muda dengan kepadatan 0,5 – 1 ekor/ml. Benih ikan
berumur D35 – D45 diberikan pakan artemia dewasa dengan udang jambret. Juvenil
ikan kerapu tikus umur 45 hari dan seterusnya diberikan paka udang rebon segar
dan daging ikan segar yang digiling dengan frekuensi pemberian pakan 3 – 4
kali/hari (Widiastuti et all 1999).
2.3.8. Pengelolaan Kualitas Air
Menurut
(Subyakto dan Cahyaningsih 2003) kualitas air harus dijaga dan dikontrol setiap
hari dan disesuaikan dengan parameter kebutuhan larva, karena sangat
mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan ketahanan larva terhadap penyakit.
Pergantian air dilakukan pada larva berumur 10 – 20 hari sebanyak 10% - 20% per
hari. Umur 21 – 30 hari, air yang diganti sebanyak 30% - 40% per hari. Umur 31
– 35 hari, air dalam bak diganti sebanyak 50% - 80% per hari. Kemudian lebih
dari umur 35 hari air dalam bak pemeliharaan yang diganti sebanyak 80% per
hari. Adapun parameter kualitas air untuk larva ikan kerapu dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini :
Tabel
1. Parameter Kualitas
Air
Parameter Kualitas Air
|
Nilai
|
Alat
Pengukur
|
Suhu
|
28 – 320C
|
Termometer
|
Salinitas
|
28 – 35 ppt
|
Refraktometer
|
pH
|
7, 8 – 8, 3
|
pH meter
|
Oksigen terlarut (DO)
|
5 ppm
|
DO meter
|
Amonia
|
0, 01 ppm
|
Titrasi/test kit
|
Nitrit
|
1 ppm
|
Test kit/ metode kolorimetri
|
Sumber
: (Subyakto dan
Cahyaningsih 2003).
2.3.9.
Pengendalian Penyakit
Menurut
Hermawan at all. (1999 ) penyakit
adalah faktor yang sangat merugikan, oleh karena itu untuk menanggulangi
penyakit pada usaha pembenihan kerapu tikus perlu diperhatikan beberapa faktor
seperti kualitas air, produktifitas ekosistem perairan dan pakan atau faktor
lain yang berhubungan dengan kegiatan pembenihan. Penyakit yang biasa menyerang
ikan kerapu tikus dan disebabkan olen faktor pathogenik antara lain : penyakit cacing mikroskopik, Cryptocarioniasis,
Bakterial fin rot, Vibriosis. Untuk
menanggulangi penyakit yang disebabkan oleh parasit ini dpat dilakukan
perendaman baik menggunakan air tawar selama 15 menit atau methylene blue 0, 1
ppm selama 30 menit. Perendaman dapat diulang sebanyak 2 – 3 kali.
2.4.
Panen dan Pasca Panen
2.4.1.
Panen
Pemanenan
dilakukan setelah benih mencapai ukuran 5 – 7 cm atau disebut gelondongan,
ukuran ini bisa mencapai masa pemeliharaan 3 – 4 minggu. Cara pemanenan adalah
dengan menurunkan volume air dalam bak, air di kurangi melalui pipa pembuangan
hingga tersisa seperempat bagian dan benih ikan kerapu tikus akan mengapung
kemudian benih di ambil dan di taruh di bak penmpungan benih menggunakan
skopnet atau serok yang lembut (Sudaryanto at
all. 1999).
2.4.2.
Pasca Panen
Setelah dipanen benih yang akan
dipasarkan dipacking menggunakan kantong plastik jenis PL. Ketika benih akan
dipacking, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pada saat panen benih
harus dalam kondisi dipuasakan atau tidak diberi pakan yang disesuaikan dengan
tingkat berat dan ukuran. Benih yang berukuran kurang dari 3 gr dipuasakan 12 –
24 jam sebelumnya sedangkan untuk yang lebih dari 3 gr, 36 – 46 jam menjelang
pengangkutan. Kondisi benih demikian sangat aman untuk di packing.
Packing
dilakukan dengan cara meletakan kantong plastik dalam wadah styrofoam dan diberi batu es secukupnya,
kemudian ikan siap untuk dikirim ke tempat tujuan. Biasanya, 1 wadah styrofoam ukuran standart 75 x 42 x 32
cm dapat diisi 8 buah kantong plastik dan cukup diberi 2 buah batu es yang
dibungkus kantong plastik berukuran 10 x 15 cm dan koran bekas. Kepadatan setiap
kantong antara 20 – 25 ekor (Subyakto dan Cahyaningsih 2003).
Bismillah,Mohon ijin admin , numpang iklan promosi yaa...
BalasHapusKami menjual produk kapur diantaranya adalah :
- Kapur Pertanian / Kaptan
- Kapur Dolomite
- Kapur Cao / Kalsium Oksida.
- Kapur CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
- Kapur Tepung CaCo3 /Kalsium Karbonat /
- Zeolite
Untuk informasi lebih lanjut Silahkan hubungi :
Bpk Asep
081281774186
085793333234
Silahkan simpan nomor dan hubungi jika sewaktu waktu membutuhkan.